Tuesday, September 8, 2009

PM Turki Punya Kebiasaan Buka Puasa Bersama Rakyatnya


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiZexvKyjCh_g8J5B9tVw2zx8HgzX7iV8JRDyHh9_XbHQkMgK3PV9cnxhFl8zNrn_7cWKsGPSYdBPG7AHk7CDqWtQAVGDcC-sOYA44g5zArWnE49cNbuY7vjVDrth4gPkRuH8Iur_6YMNQ/s320/erdoganxx(2).jpg



eramuslim.com. Perdana Menteri Turki Recep Tayep Erdogan memiliki kebiasaan yang patut diteladani. Di sela-sela kesibukannya sebagai PM di bulan Ramadhan, Erdogan senantiasa menyempatkan diri untuk berbuka puasa bersama rakyatnya, khususnya keluarga menengah kebawah di negerinya.

Dalam aktivitasnya itu, Erdogan tidak menggelar acara secara resmi dan besar-besaran, apalagi diliput oleh media. Erdogan melakukannya hampir secara sembunyi-sembunyi, dan akan menjadi kejutan bagi pihak yang dikunjunginya untuk berbuka.

Seperti pada hari Selasa (25/8) , Erdogan beserta beberapa orang stafnya mendatangi rumah keluarga nenek tua Eyse Olcun (74) yang terletak di bilangan Bagcilar, di pinggiran kota Ankara.

Ketika adzan maghrib berkumandang, Erdogan mengetuk pintu rumah itu. Dan, betapa terkejutnya sang pemilik rumah ketika mengetahui jika yang mengetuk pintu adalah perdana menteri mereka.

Keterkejutan Eyse Henim (nyonya) pun kian bertambah ketika Erdogan menyatakan dirinya ingin berbuka puasa bersama di rumah itu. "Henim, saya ingin berbuka bersama keluarga anda, bolehkah?" tanya Erdogan dengan senyum.

Entah seperti apa perasaan yang dirasakan Eyse Henim ketika itu. Yang jelas, ia pun dengan penuh suka cita segera mempersilahkan Erdogan dan beberapa orang yang menemaninya masuk rumah. Meski hidangan buka puasa sangat seadanya dan sederhana, tetapi suasana kebahagiaan dan keberkahan terasa demikian kuat menyelimuti rumah mungil itu.

Setelah selesai berbuka, Erdogan lalu shalat maghrib berjama'ah bersama keluarga Eyse Hanim. Setelah itu, Erdogan pun berbincang-bincang dengan anggota keluarga itu, banyak bertanya tentang kabar dan keadaan mereka.



Eyse Henim memiliki seorang suami yang kini sudah tidak lagi dapat bekerja. Selain karena sudah berusia uzur, suami Eyse Henim juga telah beberapa tahun terserang lumpuh.
Mereka juga bercerita kepada Erdogan tentang banyak hal lainnya, tentang keluhan-keluhan, dan Erdogan pun mendengarkannya dengan seksama, saling menimpali dengan memberi banyak nasihat, serta memberikan sejumlah uang untuk biaya kebutuhan rumah tangga itu.
Di tengah-tengah suasana buka puas itu, umdah (bupati) bilangan Bagcilar menyusul datang. Mungkin sang bupati mendengar kabar kedatangan Erdogan yang tengah berbuka puasa di bilangannya.

Saat datang, Erdogan sempat mencandai bupati itu. "Pak bupati, bolehkah saya meminta sesuatu hal kepada anda?" tanya Erdogan.

"Ketaatan ada pada tuan Perdana Menteri," jawab bupati itu.
Erdogan lalu merogoh saku jas bupati itu, lalu mengeluarkannya kembali dengan menggenggam sepak rokok.

"Aku yakin ini adalah bungkus terakhir yang akan anda hisap, tuan bupati," kata Erdogan.
Pak bupati pun hanya tersenyum bercampur gugup. Dan mau tak mau ia pun menyanggupi permohonan Erdogan, agar ia tidak akan merokok lagi.

Erdogan lalu mengambil pena, menuliskan sesuatu di atas pak rokok pak bupati itu. Di sana, Erdogan menulis nama bupati itu, tanggal ketika peristiwa menggelikan ini terjadi, sekaligus ditandatanganinya.

Erdogan lalu meminta kepada salah seorang stafnya untuk menyimpan kotak rokok itu, karena akan ditaruh di museum kotak dan bungkus rokok di Ankara.

Kebiasaan Erdogan yang memberi kejutan kepada rakyatnya, utamanya kalangan menenangah kebawah, dengan berbuka puasa bersama ini telah dilakukannya semenjak ia menjabat wali kota Istanbul, jauh-jauh hari sebelum Erdogan dikukuhkan sebagai PM Turki pada 2002 silam. (L2-AGS/db)

sumber :sini yaaa

2 comments:

Malin Kundang said...

Akhirnya, ketika azan magrib menjelang dalam hitungan menit, ia datang dan menyampaikan niatnya meminjam sepeda saya. "Jangan," kata saya, "kamu kan seharian belum makan, nanti lemas, bahaya." Lalu saya boncengi dia bersepeda ke warung pilihannya. Dia berbuka dengan sepotong pisang goreng yang hangat dan harum baunya, satu gelas es teh manis, lalu sepiring nasi putih yang masih berasap, sepotong sayap ayam bakar kecap, dan semangkuk sup jagung. Saya hanya memesan segelas es teh, belum waktunya makan malam buat saya.

Lalu kami mengobrol, sambil merokok, dan ketika tiba waktunya pergi, saya bergegas mendahuluinya ke kasir lalu membayar semua makanan dan minuman. "Lho...." dia terheran-heran. Mana pernah saya berbaik hati membayari makanan orang lain, bahkan kepada pacar sendiri (lebih jelasnya, saya tidak pernah punya pacar karena menghindar kewajiban membayari makannya dalam kencan, ini memang bukan peraturan resmi, tapi sejenis konvensi tak tertulis. Saya berusaha mencari pacar yang justru membayari makan saya dalam kencan, tapi tidak pernah dapat).

Saya diam saja. Lalu di parkiran warung, saya katakan, "Kamu kan sudah makan, sudah 'isi bensin', gantian, sekarang saya yang dibonceng, kamu nggenjot."

Masih didera penasaran, setiba di kos-kosan, kawan saya bertanya kenapa tumben saya berbaik hati membayari makan buka puasanya. Lalu saya jelaskan skema investasi pahala yang saya operasikan sepanjang hari.

"Bajingan!" Itulah komentar pertama dari mulutnya yang tidak lagi berpuasa.

"Tapi kamu tidak kehilangan apa-apa, pahalanya tidak dibagi dua, ini jaminan dari Nabi. Saya hanya memanfaatkan ekstra, bonus, apalah namanya...." demikian saya berupaya membendung kekesalannya.

"Modal nggenjot berangkat, sama berapa ribu perak aja minta pahala sama."

"Lho, tapi kan saya ikhlas. Kamu juga yang ikhlas dong, kalo nggak nanti malah pahalamu yang berkurang. Saya kan sudah ikhlas mbayari buka puasa."

"Gue ganti aja dah duitnya, gue bayar sendiri aja."

"Nggak bisa! Mending dapet pahala daripada duit. Duit gampang dicari, pahala puasa kayak gini yang susah nyarinya jaman sekarang."

"Brengsek. Lu emang kapitalis curang. Pahala dikira dagangan apa?"

"Ape kate lo aje deh."

Nah demikianlah sebagian gerutuan dan sesekali makian yang berjalan lewat waktu isa, sepanjang pertandingan sepakbola langsung yang disiarkan TV, sampai tiba waktunya sahur lagi. Dia pergi sendiri berangkat sahur dengan motor, tak lagi meminjam sepeda saya untuk ke warung. Mungkin enggan berbagi pahala dengan sepeda saya.

Saya juga tidak terlalu peduli. Jaminan Nabi untuk dapat pahala sama hanya pada memberi makan orang yang berbuka, bukan yang sahur.

Malin Kundang said...

Kapitalisme Pahala
Saya melakukan eksperimen terhadap sebuah formula pahala yang lazim dikenal, yaitu:
Barangsiapa yang memberi buka orang yang puasa akan mendapatkan pahala seperti pahalanya orang yang berpuasa tanpa mengurangi pahalanya sedikitpun.

Eksperimennya berjalan seperti ini.
Suatu hari seorang teman saya satu kos-kosan berpuasa. Saya mengenalnya sebagai orang yang baik, ramah, penolong, jujur, saleh, rajin sholat, dan berkecukupan. Tentu ketika dia berpuasa, puasanya itu dilakukan dengan kesungguhan dan niat yang tulus. Dia orang mampu, bukan orang yang berpuasa--seperti beberapa mahasiswa di kos-kosan kami yang lain waktu itu--karena uang kiriman habis atau karena dihabiskan untuk berjudi (entah judi kyu-kyu atau sepakbola).

Dalam benak saya, pahalanya pasti besar, lalu saya teringat dengan formula di atas. Kalau saya nanti memberi atau membelikannya makanan untuk berbuka puasa, tentunya saya akan mendapatkan pahala yang sama. Ah, kesempatan baik. Kapan lagi saya bisa mendapatkan pahala sebesar itu? Disiplin tidak punya. Ketulusan relijius tidak terpelihara. Niat baik bertaqwa tidak ada, ketahanan untuk menahan lapar, haus, dan nafsu apalagi. Tapi, di kantung saya, ada beberapa ribu uang kiriman ekstra yang bisa saya gunakan untuk membelikan makanan buka puasa. Alhamdulillah, ternyata jalan menuju pahala dan kebajikan tidak seterjal dan seberliku yang saya bayangkan.

Jadi saya sudah siapkan rencana untuk menyiapkan atau membelikan makanan berbuka bagi kawan saya yang alim ini.

Menunggu adalah pekerjaan yang paling mengesalkan. Apalagi menunggu kesempatan mendapat pahala 'murah meriah' pada saat azan magrib berkumandang. Buat kawan saya yang sedang kelaparan dan kehausan itu, menunggu dilakukannya dengan tidur siang. Sebagai seorang 'investor pahala' tentu saya tidak mau pahala yang saya dapatkan nantinya berkurang nilainya karena puasa kawan saya ini diisi terlalu banyak tidur. Ketika dia mulai terlelap, saya pukul bangku dikamarnya dengan keras. Blarrr! Dia kaget, terbangun dan sedikit gusar, tetapi tetap menahan sabar. "Ada apa?" katanya. "Jangan tidur, puasa kok tidur, mana tantangannya? Lalu dia menggerutu tidak jelas dalam bahasa ibunya, tidak tidur lagi, dia kemudian membaca diktat kuliah.

Lalu saya pikir, orang yang berpuasa sambil berjalan-jalan ke pasar atau malah ke lokalisasi pelacuran, ke tempat-tempat dengan godaan dan tantangan yang begitu tinggi tentunya akan menghasilkan pahala lebih tinggi daripada yang berpuasa sambil membentengi diri dengan kebajikan atau menjauhkan diri dari kemaksiatan. Puasa dengan taktik 'menghindar' adalah puasa anak TK, puasa for beginner, menurut saya. Saya harus memberikan tantangan yang lebih besar lagi, demi meningkatkan mutu pahala yang bisa saya dapatkan nantinya, ini murni pemikiran untung-rugi investasi pahala.

Lalu, di kamarnya, di komputernya, saya putarkan VCD porno. Murni hanya sebagai tantangan. Buat saya menonton film porno berjamaah sungguh tidak menaikkan birahi dan tidak bermanfaat kecuali sebagai sarana bersosialisasi dengan khalayak berselera rendah yang lain. Film porno bagi saya hanya bisa berfungsi jika ditonton secara privat. Kali ini film porno saya mainkan dalam fungsi yang lain: meningkatkan pahala puasa seseorang.

Teman saya yang berpuasa kaget, sempat menegur saya dengan jengkel, "Kamu kan tahu saya sedang berpuasa...." Saya jawab, "Tentu, dan ini agar pahalamu bertambah, karena puasamu jadi lebih tertantang dan teruji. Biarlah dosa memutar VCD maksiat ini saya tanggung sendiri." Dia lalu melengos keluar, mengambil air wudhu dan sholat Ashar di kamar saya.

Matahari makin menggelincir ke barat. Tak sedetikpun kawan saya ini saya lepaskan dari tantangan dan godaan. Mulai dari menghamburkan segala celaan sampai mencuranginya dalam permainan kartu truf secara brutal, membiarkannya dengan sabar mengocok kartu.

Followers

Total Pageviews

sejak 19 april 2009,anda pengunjung ke :

pemberitahuan

gambar yang diletakkan bersama artikel adalah rekaan semata mata..tiada kena mengena dengan hidup mahupun yang telah meningggal dunia..


Popular Posts